A. Tinjauan Teori
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang mengandung unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di dalam banyak organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang manajer (Whetten & Cameron, 2002).
Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti atau informasi yang akurat. Ada kecenderungan bahwa orang-orang, termasuk para manajer mempunyai kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama yang masuk akal yang muncul dalam benak mereka (March & Simon, 1958; March, 1994; Koopman, Broekhuijsen, & Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan pertama yang mereka ambil seringkali bukanlah solusi terbaik. Secara tipikal, dalam pemecahan masalah, kebanyakan orang menerapkan solusi yang kurang dapat diterima atau kurang memuaskan, dibanding solusi yang optimal atau yang ideal (Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah yang tidak optimal ini, bukan tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit dibandingkan dengan masalah awal.
B. Proses Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah ada beberapa tahap yang dilalui. Polya menyarankan tahap-tahap tersebut sebagai berikut;
(1) Memahami soal atau masalah;
(2) Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya;
(3) Melaksanakan rencana;
(4) Menelaah kembali terhadap semua langkah yang telah dilakukan (Ruseffendi,2006).
Memahami masalah artinya membuat representasi internal terhadap masalah, yaitu memberikan perhatian pada informasi yang relevan, mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, dan memutuskan bagaimana merepresentasikan masalah. Untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian, sebaiknya hal-hal yang penting hendaknya dicatat, dan kalau perlu dibuatkan tabelnya atau pun dibuat sket atau grafiknya.
Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya, maksudnya adalah merumuskan model matematika dari soal yang diberikan. Untuk itu, perlu adanya aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh siswa selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan. Kemampuan ini sangat tergantung dari pengalaman siswa dalam menjawab soal. Semakin banyak variasi pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana. Melaksanakan rencana, yaitu menyelesaikan model matematika yang telah dirumuskan. Dengan kata lain siswa meyelesaikan soal itu dengan cara yang telah dirumuskan pada tahap dua. Menelaah kembali terhadap semua langkah yang telah dilakukan, yaitu berkaitan dengan penulisan hasil akhir sesuai permintaan soal, memeriksa setiap langkah kerja, termasuk juga melihat alternatif penyelesaian yang lebih baik.
C. Strategi Pemecahan Masalah
Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat diselesaikan dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk pemecahan masalah sesungguhnya, peserta didik harus menarik sejumlah kecakapan dan pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian memadukan itu semua dalam suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian. Untuk itu, diperlukan berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan masalah.
Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah, beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan Pasmep (dalam Shadiq, 2004). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus yang khusus; Menggunakan diagram; Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat tabel; Memecah tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan pola; Bergerak dari belakang.
Selain strategi di atas, Stepelman dan Posamentier (1981) mengemukakan beberapa strategi lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan komputer, melakukan aproksimasi, menentukan syarat cukup dan syarat perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak menggunakan semua strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai dengan kondisi masalah.
D. Pengertian Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Pemecahan masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi. Pemecahan masalah adalah apa yang terjadi ketika respon rutin dan otomatis tidak sesuai dengan kondisi yang ada (Woolfolk & Nicholich, 2004:320).
Santrock (2005:356) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk menemukan cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai (belum tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988:379) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalandan dengan demikian dia akan terpacu untuk mencapai tujuan itu dengan berbagai cara.
Hunsacker (Lasmahadi, 2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah stu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai mengambil solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Munandar (Rosalina, 2008) mengatakan bahwa kreatifitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada. Pemecahan masalah secara kreatif merupakan upaya pemecahan suatu masalah dengan menggunakan cara-cara yang kreatif dan revolusioner (mengkombinasikan berbagai teknik dan metode), sehingga hasilnya lebih signifikan. Cara-cara kreatif yang dimaksud merupakn cara atau metode yang baru atau komperhensif dan cenderung eksentrik. Metode demikian merupakan suatu penjabaran dari metode-metode yang telah ada.
Aplikasi metode pemecahan masalah secara kreatif lahir dari satu bentuk pemikiran (mindset) yang menerobos kelaziman paradigm tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah secara kreatif merupakan upaya pemecahan masalah dengan metode (cara) yang efektif dan komperhensif.
E. Teknik Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Dalam proses berpikir kreatif untuk memecahkan suatu masalah, ada beberapa tahapan yang dilalui, yaitu (Admin, 2007):
a. Tahap persiapan
Dalam masa persiapan, seorang pemikir atau kreator memformulasikan masalahnya dan mengumpilkan fakta dan data yang dibutuhkan untuk memecahan masalah. Kadang-kadang meski telah lama berkonsentrasi, pemecahan masalah belum muncul juga ke dalam bunaknya.
b. Tahap inkubasi
Jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari persoalan yang sedang dihadapinya tersebut berarti ia telah memasuki tahap inkubasi. Pada tahap ini, ide-ide yang mencampuri dan mengganggu cenderung menghilang. Sementara itu, pemikir mendapat pengalaman baru. Pengalaman tersebut dapat menambah kunci bagi pemecahan masalah.
c. Tahap iluminasi
Pada periode ini, pemikir mengalami insight atau “Aha!”. Seketika cara pemecahan masalah muncul dengan sendirinya.
d. Tahap evaluasi
Evaluasi terjadi setelah muncul pemecahan masalah, tujuannya adalah untuk menilai apakah pemecahan masalah tersebut sudah tepat. Seringkali pemecahan masalah yang muncul tidak tepat, sehingga pemikir harus mulai lagi dari awal pentahapan.
e. Tahap revisi
Tahap ini ditempuh bila cara pemecahan masalah tersebut belum tepat atau mungkin masih memerlukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan pada beberapa aspek agar pemecahan masalah menjadi lebih tepat dan efektif.
Wessels (Woolfolk & Nicholich, 2004:321) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, ada empat langkah yang ditempuh, yaitu:
a. Memahami masalah
Langkah pertama yang dilakukan adalah memahami secara tepat masalah yang sedang dihadapi. Untuk memahami masalah diperlukan representasi situasi akurat tentang masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, individu perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, bukan pada gejala-gejala yang muncul (Lasmahadi, 2005). Pada beberapa masalah, perlu digunakan diagram atau notasi tertentu (misalnya x, y dan z) untuk mempermudah identifikasi dan pemahaman masalahnya (Kangguru, 2007).
b. Menyeleksi solusi
Setelah menentukan akar masalah yang sedang dihadapi, maka lankah selanjutnya adalah merencanakan strategi pemecahan yang akan dan mungkin dapat ditempuh.Copi (Woolfolk & Nicholich, 2004:321) mengemukakan bahwasalah satu metode yang cukup tepat untuk diaplikasikan adalah pemikiran analitik (membuat alasan dan analogi). Metode ini memberi batas pencarian solusi pada situasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan situasi yang sedang dihadapi.
c. Memutuskan rencana
Tahap ini ditandai dengan pemilihan dan pengaplikasian suatu rencana yang telah diseleksi dan dianalisis secara matang untuk memecahkan suatu masalah. Memutuskan rencana berarti individu telah mempertimbangkan semua kemungkinan dari masing-masing solusi yang ada dan memilih solusi yang dianggap terbaik dari sekian solusi yang ada.
d. Mengevaluasi hasil
Tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi hasil yang telah dicapai. Tahap ini meliputi verifikasi fakta, baik yang menguatkan maupun yang melemahkan pilihan-pilihan yang ada.
Treffinger (Munandar, 1995:213) mengemukakan bahwa teknik kreatif dalam pemecahan masalah dikelompokan dalam tiga tingkatan model belajar kreatif. Teknik pertama dimulai dengan memberikan pemanasan (warming up), kemudian dilanjutkan dengan teknik sumbang saran (brainstorming). Teknik kedua yaitu teknik synthetics dan futuristics. Sedangkan teknik ketiga adalah teknik pemecahan masalah (solve the problem) secara kreatif dengan metode Parnes dan metode Schallcross.
a. Teknik kreatif tingkat pertama
Pemanasan (warming up)
Upaya pemecahan masalah secara kreatif membutuhkan langakah pendahuluan (pre-session) sebagai persiapan pada penetrasi lanjutan. Untuk menumbuhkan iklim atau suasana kreatif untuk lebih tenang, merasakan kebebasan serta adanya perasaan aman dalam mengungkapkan pikiran dan perasaanya. Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terbuka (opened questions) yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu (Munndar, 1995)
Sumbang saran (brainstorming)
Teknik sumbang saran merupakan teknik yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn, yaitu suatu teknik yang untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat. Brainstorming merupakan teknik pemecahan masalah yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang, liar dan berani denga harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk menambah jumlah gagasan konvesional yang ada (Sulastri, 2007). Osborn (Munandar, 1995:214) menentukan empat aturan dasar dalam teknik sumbamng saran, yaitu:
Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan
Kebebasan dalam memberikan gagasan
Gagasan yang sebanyak mungkin
Kombinasi dan peningkatan gagasan
Pertanyaan yang memacu gagasan
Teknik ini dikenal dengan istilah daftar periksa (checklist) yang dikembamgkan oleh Alex Osborn untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas gagasan. Pertanyaan-pertanyaan yang berupa kata kerja “manipulatif” akan membantu individu dalam mengembangkan gagasan kreatif melalui proses asosiasi dan manipulasi informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide yang orisinil (Munandar, 1995:217).
Digunakan untuk hal-hal lain (put to other uses)
Misal: Apa yang dapat Anda lakukan dengan 100 roda darisepatu roda?
Menyesuaikan (adapt)
Misal: Apa saja yang dapat digunakan sebagai tempat duduk?
Mengubah (modify)
Misal: Apa saja yang dapat Anda pikirkan agar pergi ke dokter gigi lebih menyenangkan?
Memperbesar (magnify)
Misal: Bagaimana bila ulang tahun dirayakan 3 kali dalam setahun?
Memperkecil (minify)
Misal: Bagaimana jika seseorang hanya memiliki tinggi badan 30cm?
Mengganti (substitute)
Misal: Apa yang terjadi jika sepeda dapat terbang diudara?
Menyusun kembali (rearrange)
Misal: Bagaimana jika sekolah dimalam hari dan belajar di siang hari?
Membalik (reverse)
Misal: Bagaimana rasanya jika menulis dalam bahasa Indonesia dari kanan ke kiri?
Menggabung (combine)
Misal: Penemuan apa yang dapat dihasilkan jika menggabungkan mobil, kulkas dan sepeda motor?
b. Teknik kreatif tingkat kedua
Synthetics
Dikembangkan oleh Willian J.J Gordon dan merupakan teknik yang menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu individu menganalisis masalah dan melihat suatu masalah dari berbagai perspektif. Sintetik dimaksudkan untuk menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam proses penggalian ide. Proses sintetik mencoba membuat sesuatu yang asing menjadi akrab, begitupun sebaliknya.
Ada tiga jenis analogi yang diaplikasikan dalam sintetik, yaitu analogi fantasi, analogi langsung dan analogi pribadi. Yang lazim digunakan adalah analogi fantasi, yaitu analogi yang memungkinkan individu mencari pemecahan (solusi) yang ideal terhadap suatu masalah meskipun sepintas solusi tersebut terlihat aneh dan melanggar kelaziman. Analogi langsung merupakan bentuk analogi antara satu masalah denga masalah lain yang linier dalam kehidupan nyata. Analogi pribadi merupakan bentuk analogi yang menuntut individu untuk menempatkan dirinya (memainkan peran) dalam masalah yang sedang dihadapi.
Futuristics
Merupakan teknik kreatif yang membantu individu meningkatkan dan mengaplikasikan segenap potensi dan kemampuannya untuk mencipta masa depan. Toffler (Munandar, 1995:221) mengemukakan bahwa individu perlu dibantu dalam mengasosiasikan perubahan yang akan terjadi di dunia dengan perubahan mereka sendiri. Salah satu cara untuk menggambarkan proses pembelajaran futuristic secara menyeluruh adalah dengan membayangkan garis waktu yang berfungsi untuk menemukan asosiasi antara informasi masa lau, masa kini dan masa akan datang. Tujuan khusus pengajaran denga filosofi futuristik adalah:
Memberikan individu paradigm (cara pikir dan cara pandang) tentang masa depan yang lebih komperhensif.
Membekali individu dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami kompleksitas berbagai syitem.
Membantu menemukan dan memahami secara massif masalah-masalah utama yang muncul di masa yang akan datang.
Membantu memahami perubahan dan bagaiman menghadapinya.
Munandar (2000:223) mengunkapkan keterampilan yang dapat digunakan dalam teknik futurustik, yaitu:
Menulis skenario
Merupakan salah satu cara merangsang potensi dan kemampuan dalam berfikir menganalisis melalui suatu pengantar skenario.
Roda masa depan (future wheels)
Dikembangkan oleh Jerry Glen, yaitu mengidentifikasi suatu kecenderungan yang ada atau yang akan timbul dan menempatkan kecenderungan tersebut di pusat kemudian mengidentifikasi hubungan sebab akibatnya.
Prediksi (ternding)
Upaya melihat kecenderungan-kecenderungan yang mungkin terjadi sebagai kelanjutan atau pengembangan dari teknik roda masa depan (future wheels).
c. Teknik kreatif tingkat ketiga
Pemecahan masalah secara kreatif
Dikembangkan oleh Parnes, Presiden dari Creative Problem Solving Foundation. Proses ini mencakup lima tahapan, yaitu:
Menemukan fakta
Merupakan tahap mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang ingin dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan.
Menemukan masalah
Tahap merumuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan simplistic tertentu, misalnya “Dengan cara apa saya harus mengatasinya?”. Dengan demikian, individu dapat mengembangkan masalahnya dengan mengidentifikasi sub-sub masalah sehingga masalah dapat dirumuskan.
Menemukan gagasan
Tahap dimana individu berupaya mengembangkan gagasan pemecah masalah sebanyak mungkin.
Menemukan solusi
Gagasan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya diseleksi berdasarkan kriteria evaluasi yang berpautan dengan masalah yang dihadapi. Masing-masing gagasan dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Menemukan penerimaan
Menyusun rencana tindakan agar pihak yang mengambil keputusan dapat menerima gagasan tersebut dan melaksanakannya (Munandar, 1995:225). Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, seseorang perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi karena itulah seorang yang piawai dalam pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, dalam Lasmahadi, 2005).
Proses lima tahap (Shallcross)
Shallcross (Munandar, 1995:228) membedakan antara primary creativity dan secondary process of creativity. Kreatifitas primer adalah proses pemecahan masalah secara alamiah oleh pikiran individu karena individu tersebut tidak menyadari terjadinya suatu proses dalam dirinya, sednagkan pada kreatifitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan masalah yang berlangsung dengan tahapan-tahapan tertentu secara gradual. Tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Shallcross (Munandar, 1995:228):
Orientasi
Masalah dirumuskan ke dalam proporsi tertentu yang lebuh komperhensif. Masalah dijabarkan dengan menulis suatu paragraf yang melukiskan bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai permasalahan tersebut.
Persiapan
Individu menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui. Fakta yang dihimpun berupa semua informasi factual yang sudah diperoleh dan masih perlu untuk diperoleh. Fakta tersebut dihimpun berdasarkan pertanyaan yang runut mengenai masalah yang sedang dihadapi.
Penggagasan
Individu menerapkan konsep berpikir divergen untuk menghasilkan gagasan-gagasan sementara dalam rangka pemecahan masalah.
Penilaian
Digunakan konsep berpikir konvergen, yaitu memverifikasi dan menyeleksi gagasan-gagasan terbaik untuk diaplikasikan. Dalam tahap ini setiap gagasan harus dipertimbangkan secara objektif mengenai kelebihan dan kekurangan serta kelayakannya masing-masing.
Pelaksanaan
Solusi yang telah ditetapkan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Pelaksanaan disini dapat lebih fleksibel, bergantung pada resistensi dan akseptabilitasnya terhadap masalah yang dihadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar