Ca. Paru
a. Pengertian.
·
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel –
sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (Underwood, Patologi, 2000).
b. Etiologi
Meskipun
etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1)
Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu
hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih
dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok
seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok
ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan
kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10
tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok
yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2)
Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang
kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam
bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3)
Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang
terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput).
Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4)
Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker
paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di
kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5)
Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan
dalam kanker paru, yakni :
·
Proton oncogen.
·
Tumor suppressor gene.
·
Gene encoding enzyme.
Ø
Teori
Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen
suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor
tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS)
sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan
dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian
kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran
kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen supresor
tumor
Inisitor
Delesi/
insersi
Promotor
Tumor/
autonomi
Progresor Ekspansi/ metastasis
6)
Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten,
seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001).
c.
Klasifikasi
Lebih dari 90% kanker paru berawal dari bronkus, hingga kanker ini disebut
karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari:
1.
Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel
bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok
jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral
sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
2.
Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini
timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk
dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit.
Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
3.
Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang
– kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala –
gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
4.
Karsinoma sel besar.
Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung untuk timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat- tempat yang jauh.
5.
Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
6.
Lain – lain.
·
Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
·
Tumor kelenjar bronchial.
·
Tumor papilaris dari epitel permukaan.
·
Tumor campuran dan Karsinosarkoma
·
Sarkoma
·
Tak terklasifikasi.
·
Mesotelioma.
·
Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
d.
Manifestasi
Klinis
§ Gejala
awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus.
§
Gejala umum.
·
Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
·
Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
·
Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
Stadium Ca Paru
-
stadium I :
Ca perifer, terbatas pada paru tanpa metasfase
-
stadium II :
Ca sentral, terbatas pada paru tanpa metasfase
-
stadium III :
Ca terbatas pada paru, dengan metasfase kelenjar paru
-
stadium IV :
Ca mediastinal / sampai diluar paru
-
stadium V :
metasfase ditempat lain
e.
Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub
bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang
timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
f.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Radiologi.
·
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan
leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat
mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
·
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan
bronkus.
2.
Laboratorium.
·
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
·
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
·
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).
3.
Histopatologi.
·
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
·
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
·
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
·
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
·
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam–macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.
Pencitraan.
·
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan
parenkim paru dan pleura.
·
MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
g.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
·
Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
·
Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
·
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik
pada pasien maupun keluarga.
·
Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1.
Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti
penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
§ Toraktomi
eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
§
Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
§
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb
atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
§
Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
§
Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru
berbentuk baji (potongan es).
§
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2.
Radiasi
Pada beberapa kasus,
radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi
adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3.
Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi
luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
h.
Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.
1.
Pengkajian.
Ø
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
§ Aktivitas/
istirahat.
·
Gejala: Kelemahan,
ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
·
Tanda: Kelesuan(
biasanya tahap lanjut).
§ Sirkulasi.
·
Gejala :
JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
§ Integritas
ego.
·
Gejala :
Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
·
Tanda : Kegelisahan,
insomnia,
pertanyaan yang diulang– ulang.
§ Eliminasi.
·
Gejala :
Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine
(ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
§ Makanan atau cairan.
·
Gejala :
Penurunan berat badan,
nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
·
Tanda :
Kurus atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
§
Nyeri/ kenyamanan.
·
Gejala :
Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan
tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi
oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
§
Pernafasan.
·
Gejala :
Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya
dan atau produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industry
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
·
Tanda :
Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
§
Keamanan.
·
Tanda :
Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
§
Seksualitas.
·
Tanda :
Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik,
karsinoma sel besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
§
Penyuluhan.
·
Gejala :
Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru),
Tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
Ø
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 1999).
§ Karakteristik
dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
§ Frekuensi
dan irama jantung.
§ Pemeriksaan
laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
§ Pemantauan
tekanan vena sentral.
§ Status
nutrisi.
§ Status
mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
§ Kondisi
dan karakteristik water seal drainase.
·
Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
·
Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
·
Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/
tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
·
Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
·
Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anastesi.
·
Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri,
ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2.
Diagnosa
Keperawatan dan Rencana Keperawatan.
v
Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan
Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1.
Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
·
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
·
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam
kemampuan/ situasi.
Intervensi :
Ø
Kaji status pernafasan dengan sering, catat
peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea
merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
Ø
Catat ada
atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya
krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area
yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai
akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti
adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema
serta tumor.
Ø
Kaji adanya sianosis
Rasional : Penurunan
oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ”
hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
Ø
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai
indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
Ø
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan
ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi
atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
b.
Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
-Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/
mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
Ø
Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
Ø
Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan
adanya.
Rasional : Ekspansi
dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan
sekret dalam seksi lobus.
Ø
Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap,
efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional :
Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau
puulen.
Ø
Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan
gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan
memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
Ø
Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh
aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh
takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat
diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.
c.
Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
-
Krisis situasi
-
Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
-
Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
-
Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat
untuk mengatasinya.
-
Mengakui dan mendiskusikan takut.
-
Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat
dapat diatangani.\
-
Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber
efektif.
Intervensi :
Ø
Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan
ansietas.
Ø
Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit
rangsangan.
Rasional : Menurunkan
ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
Ø
Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi,
meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan
kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
Ø
Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang
ada oleh situasi.
Rasional : Membantu
pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu
untuk individu.
Ø
Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan
perasaan.
Rasional : Langkah
awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
d.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan,
prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
-
Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
-
Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program
aktivitas.
-
Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
memerlukan perhatian medik.
Intervensi :
Ø
Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat
lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/
tugas baru.
Ø
Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan
pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
Ø
Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan;
kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami
penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi
untuk menyembuhan.
Ø
Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional :
Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
v
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 1999).
a.
Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah
(kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
Ø
Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan
pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/
membran mukosa.
Rasional : Pernafasan
meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap
hilangnya jaringan paru.
Ø
Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi
nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi
dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal
pada lobus yang masih ada.
Ø
Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan
memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi
jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
Ø
Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada
posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional :
Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
Ø
Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan
nafas bibir dengan tepat.
Rasional :
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah
atelektasis.
b.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas secret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret
mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
Ø
Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas
dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan
bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi
jalan nafas.
Ø
Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas
dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi
duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk
untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
Ø
Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi
sekret.
Rasional : Peningkatan
jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai
kemajuan penyembuhan.
Ø
Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500
ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi
adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
Ø
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional :
Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas sekret.
c.
Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
Ø
Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan
karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu
dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic,
meningkatkan control nyeri.
Ø
Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri
pasien.
Rasional :
Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
Ø
Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi
dan psikologi.
Rasional : Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker
dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
Ø
Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/
masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
Ø
Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan
penggunaan teknik relaksasi
Ø
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
d.
Anxietas.
Dapat dihubungkan:
·
Krisis situasi
·
Ancaman/ perubahan status kesehatan
·
Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
·
Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
·
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan
penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
·
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang
situasi.
Intervensi :
1.
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat
tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi
baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman
persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan
informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2.
Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong
mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan
memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.
3.
Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila
penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan,
menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
4.
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan
jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang
sama.
Rasional : Membuat
kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap
informasi..
5.
Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan
perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat
membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang
merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
6.
Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit
untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik
menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, EGC, Jakarta
Engram, Barbara , (1998), Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah Volume 3, EGC, Jakarta
http://www.scribd.com/doc/27925999/Karsinoma-Nasofaring
, 01 Oktober 2011
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan
Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar