HEIHEIHEI :)

haiiii welcome to my blog....
:)
qta bagi^ ilmu..
mga bermanfaat ya...

Sabtu, 15 Oktober 2011

GANGGUAN PERNAFASAN AKIBAT KEGANASAN PART III (CA NASOFARING)

1.      Ca. Nasofaring

a.    Pengertian

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.  Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
b.   Anatomi Nasofaring.
            Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila  faringika.
c.    Etiologi
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit  juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
d.   Pathofisiologi
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakitseperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii.
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi EBV, Faktor lingkungan,  Genetik.
(1)  Virus Epstein-Barr
           Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfositB. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein(gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor ).
Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya  perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinya ltyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur  protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujungkarboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor ) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.
(2)      Genetik 

          Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyteantigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah genkerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen

(3)          Faktor lingkungan

          Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di Asia dan Amerika Utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang terpapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV


e.    Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1.                                                                                                                                  Gejala Hidung :
·           Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
·           Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
2.                                                                                  Gejala telinga
·           Kataralis atau  oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
·           Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
3.         Gangguan mata dan syaraf
·           Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
·           Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
4.         Metastasis ke kelenjar leher
·           Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

f.     Pemeriksaan Penunjang
1.         Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
2.         Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
3.         Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
4.         Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

 

g.    Penatalaksanaan Medis

1.                                                               Radioterapi merupakan pengobatan utama
2.         Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
3.         Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.


h.   Pengkajian
1.         Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
2.         Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
3.         Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
4.         Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.
5.         Tanda dan gejala :
·           Aktivitas

Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

·           Sirkulasi

Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.

·           Integritas ego

Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.

·           Eliminasi

Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.

·           Makanan/cairan

Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

·           Neurosensori

Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus

·           Nyeri/kenyamanan

Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran

·           Pernapasan

Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan

·           Keamanan

Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.

·           Seksualitas

Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.

·           Interaksi sosial

Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

i.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.         Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
2.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
3.         Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
4.         Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
5.         Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
j.     Perencanaan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Nyeri akut
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3
Risiko infeksi
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000),
Konrol infeksi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2. Pertahankan teknik isolasi.
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10.Tingkatkan intake nutrisi.
11.berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi..
4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
5. Pertahankan teknik isolasi bila perlu.
6. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
7. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
8. Ambil kultur jika perlu
9. Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
10.Dorong istirahat yang cukup.
11.Monitor perubahan tingkat energi.
12.Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
13.Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
14.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
15.Laporkan kecurigaan infeksi.
16.Laporkan jika kultur positif.
4
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam, pengetahuan klien meningkat.
Knowledge : Illness Care dg kriteria :
1 Tahu Diitnya
2 Proses penyakit
3 Konservasi energi
4 Kontrol infeksi
5 Pengobatan
6 Aktivitas yang dianjurkan
7 Prosedur pengobatan
8 Regimen/aturan pengobatan
9 Sumber-sumber kesehatan
10.Manajemen penyakit
Teaching : Dissease Process
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
5
Harga diri rendah
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya
Dengan criteria :
· Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
· Menjaga postur yang terbuka
· Menjaga kontak mata
· Komunikasi terbuka
· Menghormati orang lain
· Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
· Menerima kritik yang konstruktif
· Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
· Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
PENINGKATAN HARGA DIRI
1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
8. Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
10. Jangan mengejek / mengolok – olok pasien
11. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
13. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
16. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
17. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
18. Monitor tingkat harga diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar