HEIHEIHEI :)

haiiii welcome to my blog....
:)
qta bagi^ ilmu..
mga bermanfaat ya...

Kamis, 02 Juni 2011

Vaginitis

Pengertian

Vaginitis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal. Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma patogen atau perubahan lingkunang vagina yang memungkinkan mikroorganisma patogen berkembang biak/berproliferasi. Pemeriksaan untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik, dengan fokus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari discharge vagina. Pemeriksaan laboratorium diantaranya: metode sediaan basah garam fisiologis (Wet Mount) dan KOH, pemeriksaan PH discharge vagina dan "whiff" test. Pengobatan untuk vaginosis bacterial dan trikomoniasis adalah metronidazol, sementara untuk kandidiasis vaginal, pilihan pertama adalah obat anti jamur topikal (Am Fam Physician 2000;62:1095-104.)

Vaginitis adalah masalah ginekologis yang paling banyak dihadapi oleh dokter yang memberi pelayanan terhadap perempuan. Pembuatan diagnosis yang akurat bisa sangat sulit, yang menyebabkan upaya pengobatan juga kompleks. Terlebih lai, adanya obat yang dijual bebas menaikkan kemungkinan pemberian pengobatan yang tidak sesuai untuk vaginitis.

Epidemiologi

Angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak diketahui pasti, sebagian besar karena kondisi-kondisi ini sering didiagnosis sendiri dan diobati sendiri oleh penderita. Selain itu, vaginitis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih dari satu organisme penyebab. Kebanyakan ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis vulvovaginal dan trikomoniasis. Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan iritasi kimiawi.

Penyebab tersering vaginitis adalah bakterial vaginosis, kandidiasis vulvovaginal, trikomoniasis, atropi vaginal, alergi dan iritasi kimiawi.

a. Vaginosis Bakterial

Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang terbanyak, mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa organisme, termasuk di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species.

Menentukan angka prevalensi bakterial vaginosis adalah sulit karena sepertiga sampai dua pertiga kasus pada perempuan yang terkena tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Selain itu, angka prevalensi yang dilaporkan bervariasi menurut populasi. Bakterial vaginosis ditemukan pada 15-19% pasien-pasien rawat inap bagian kandungan, 10-30% ibu hamil dan 24-40% pada klinik kelamin.

Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu, peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini. Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk pemakaian IUD, douching dan kehamilan.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa bakterial vaginosis adalah faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pengobatan unfeksi ini selama kehamilan menurunkan risiko tersebut. Akibat buruk lain termasuk di antaranya adalah peningkatan frekuensi hasil Papanicolaou (Pap) smears abnormal, penyakit radang panggul (PRP) dan endometritis. Selulitis vaginal, PRP dan endometritis dapat terjadi jika perempuan menjalani prosedur ginekologis yang infasif ketika sedang menderita bakterial vaginosis.

b. Kandidiasis Vulvovaginal

Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab vaginitis terbanyak kedua di Amerika Serikat dan yang terbanyak di Eropa. Sekitar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vulvovaginal suatu waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami episode rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%) adalah Candida albicans. Saat ini, frekuensi dari spesies non-albicans (misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin merupakan akibat dari peningkatan penggunaan produk-produk anti jamur yang dijual bebas.

Faktor risiko untuk terjadinya kandidiasis vulvovaginal sulit untuk ditentukan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa risiko untuk terinfeksi penyakit ini meningkat pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, diaphragma dan spermicide, atau IUD. Faktor risiko yang lain termasuk melakukan hubungan seksual pertama kali ketika umur masih muda, melakukan hubungan seks lebih dari empat kali per bulan dan oral seks. Risiko kandidiasis vulvovaginal juga meningkat pada perempuan dengan diabetes yang sedang hamil atau minum antibiotik.

Komplikasi kandidiasis vulvovaginal jarang terjadi. Chorioamnionitis pada saat hamil dan syndrome vestibulitis vulva pernah dilaporkan.

Adalah sulit untuk memastikan spesies Candida sebagai penyebab vaginitis karena sekitar 50% perempuan yang tidak mengalami gejala apapun pada vaginanya ditemukan Candida sebagai bagian dari flora endogen vagina. Candida tidak ditularkan secara sexual, dan episode kandidiasis vulvovaginal tidak berhubungan dengan jumlah pasangan seksual yang dimiliki. Mengobati laki-laki pasangan seksual dari seorang perempuan yang menderita kandidiasis tidak perlu dilakukan, kecuali laki-laki tersebut tidak disunat atau ada peradangan pada ujung/glans penis.

Kandidiasis vulvovaginal rekuren/berulang didefinisikan sebagai terjadinya empat atau lebih episode kandidiasis vulvovaginal dalam periode satu tahun. Belum jelas apakah rekurensi ini terjadi karena berbagai faktor predisposisi atau presipitasi.

c. Trikomoniasis

Protozoa Trichomonas vaginalis, sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah penyebab ke tiga terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di seluruh dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini, angka insidensi vaginitis trichomonal terus meningkat di kebanyakan negara-negara industri.

Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai 80 persen laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi. Trikomoniasis berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk penyakit kelamin lain. Berbagai penelitian membuktikan bahwa penyakit ini meningkatkan angka penularan HIV.

Faktir risiko untuk trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan seksual lebih dari satu. Sekitar 20%-50% dari perempuan dengan trichomoniasis tidak mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pasangan seksual harus diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai ke dua pihak sembuh.

Patofisiologi

Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.

Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.

Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.

Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.
 
PENYEBAB
Penyebabnya bisa berupa:
1.    Infeksi
o    Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
o    Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotik
o    Protozoa (misalnya trichomonas vaginalis)
o    Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes)

2.    Zat atau benda yang bersifat iritatif

o    Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
o    Sabun cuci dan pelembut pakaian
o    Deodoran
o    Zat di dalam air mandi
o    Pembilas vagina
o    Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat
3.    Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4.    Terapi penyinaran obat-obatan
5.    Perubahan hormonal

GEJALA

Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya bermacam-macam. misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik.
Infeksi karena trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. Gatal-gatalnya sangat hebat.
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan hubungan seksual. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole kanker atau sifilis. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh cairan juga diperiksa dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan pap smear.
Pada vulvitis menahun yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan pemeriksaan biopsi jaringan.

PENGOBATAN

Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa membantu mengurangi jumlah cairan. Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya. Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko terjadinya peradangan panggul.
Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari.
Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina lebih asam sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri. Pada infeksi meular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual diobati pada saat yang sama.
Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.
Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin). Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin.
Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep corticosteroid dan antihistamin per-oral (tablet). Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek lamanya infeksi herpes. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar